LABOLATORIUM BIOREPRODUKSI
Oleh : Ajizatunnisa
NIM : 201310070311085
Abstrak:
Proses
pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel
germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk
membentuk sperma fungsional. Proses
spermatogenesis ini dapat terjadi karena dukungan dari sel Sertoli. Spermatozoa dan ovum adalah
sel reproduksi yang harus mengalami fusi dalam proses fertilisasi. Fertilisasi
dibagi menjadi dua, fertilisasi in vivo(secara alamiah) dan fertilisasi in
vitro. Fertilisasi in vitro membutuhkan alat-alat laboratorium yang dapat
menunjang proses fertilisasi agar terjadi sempurna.
Kata kunci: spermatogenesis, fertilisasi, fertilisasi in vivo,
fertilisasi in vitro, alat-alat laboratorium.
1. Pendahuluan
Spermatogenesis
adalah proses gametogenesis pada pria dengan
cara pembelahan meiosis dan mitosis.
Spermatogenesis pada sperma biasa
terjadi di epididimis.
Sedangkan tempat menyimpan sperma
sementara terletak di vas deferens. Spermatogenesis berasal dari kata sperma dan genesis (pembelahan). Pada
spermatogenesis terjadi pembelahan secara mitosis dan meiosis.
Spermatogenesis merupakan tahap atau fase – fase pendewasaan sperma di epididimis. Setiap
satu spermatogonium akan menghasilkan empat sperma matang.
Keberhasilan
produksi embrio in vitro pada sapi masih mengalami fluktuasi pada setiap
laboratorium di seluruh dunia. Hal ini karena jenis media, serum, serta
protokol yang digunakan di setiap laboratorium masih bervariasi. Berbagai media
untuk perkembangan embrio in vitro terus diteliti untuk mendapatkan
hasil yang lebih optimal. Pada umumnya proses produksi embrio dilakukan melalui
tiga tahapan utama yaitu pematangan oosit (in vitro maturation),
pembuahan oosit oleh spermatozoa (in vitro fertilisation), dan
menumbuhkan oosit yang telah dibuahi sampai tahap perkembangan morula atau
blastosis (in vitro culture). Ketiga tahapan produksi embrio biasanya
menggunakan media yang berbeda-beda untuk mendukung perkembangan oosit dan
spermatozoa sehingga mampu berkembang mencapai tahap blastosis. Tiga media
utama harus tersedia yaitu media pematangan, media fertilisasi, serta media
kultur. Penambahan beberapa komponen spesifik pada setiap media seperti hormon,
makromolekul, cairan fisiologis lainnya dengan komposisi yang dianggap tidak
bersifat merusak (detrimental) juga dibutuhkan. Dengan demikian
persiapan pembuatan media pada masing-masing tahapan produksi embrio menjadi
pekerjaan yang menyita waktu para peneliti serta menambah biaya untuk setiap
bahan yang ditambahkan. Upaya penyederhanaan media merupakan terobosan yang
diperlukan sehingga waktu yang diperlukan untuk teknik produksi embrio in
vitro menjadi lebih efisien dengan hasil yang memuaskan. Penyederhanaan
penggunaan media selama proses produksi embrio menawarkan keuntungan untuk
mengurangi sejumlah masalah akibat perubahan komposisi cairan biologis serta
dapat meringankan kerja di laboratorium. Namun demikian, komposisi bahan utama
yang mendukung setiap tahapan kegiatan tetap tersedia, sehingga masih berfungsi
layaknya media yang umum digunakan.
Pengelolaan laboratorium berkaitan dengan pengelola dan pengguna,
fasilitas laboratorium (bangunan, peralatan laboratorium, spesimen biologi,
bahan kimia), dan aktivitas yang dilaksanakan di laboratorium yang menjaga
keberlanjutan fungsinya. Pada dasarnya pengelolaan laboratorium merupakan
tanggung jawab bersama baik pengelola maupun pengguna. Oleh karena itu, setiap
orang yang terlibat harus memiliki kesadaran dan merasa terpanggil untuk
mengatur, memelihara, dan mengusahakan keselamatan kerja. Mengatur dan
memelihara laboratorium merupakan upaya agar laboratorium selalu tetap
berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya menjaga keselamatan kerja
mencakup usaha untuk selalu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu
bekerja di laboratorium dan penangannya bila terjadi kecelakaan.
2.
Sub Topik
a.
SPERMATOZOA
Spermatozoa dan ovum adalah
sel reproduksi yang harus mengalami fusi dalam proses fertilisasi. Tanpa
terjadinya peleburan (fertilisasi) maka akan terjadi kematian dalam beberapa
menit atau beberapa jam.
Sel
Telur
Merupakan
hasil perkembangan dari sel-sel primordial yang bermigrasi dari kantung yolk
yang berkembang membentuk gonad dan gamet. Keistimewaan dari sel telur adalah
kemampuannya untuk membentuk individu yang lengkap ketika mengalami
fertilisasi. Spermatozoa bukanlah satu-satunya inducer untuk mengaktivasi ovum
menjadi individu baru. Beberapa inducer lainnya seperti arus listrik, mekanik
(tusukan jarum) dan bbrp bahan kimia, sehingga dapat terjadi partenogenesis.
Parthenogenesis dapat terjadi pada beberapa hewan vertebrata; contoh pada
amphibia dan reptilia dapat diinduksi oleh bahan kimia maupun induksi secara
fisik. Kemampuan sel telur untuk membentuk berbagai jenis type sel pada
organisme dewasa disebut totipotent. Sekalipun bersifat totipotent, sel
telur dipersiapkan untuk satu fungsi utama dalam proses reproduksi. Sel telur
pada umumnya adalah sel yang berukuran lebih besar dari sel-sel lain di dalam
tubuh, karena dilengkapi dengan yolk untuk pertumbuhannya yang independent.
Sitoplasma sel telur mengandung banyak cadangan makanan berupa yolk. Kandungan
yolk meliputi lemak, protein dan polysakarida yang berbentuk butiran, disebut Yolk
Granules. Sifat khas lain sel
telur adalah lapisan pelindung berupa lapisan molekul glikoprotein yang
disekresikan oleh sel itu sendiri ataupun sel yang ada di sekitarnya. Lapisan
pelindung yang utama adalah membrana vitelina (aves atau seaurchins) atau
disebut zona pellucida pada mamalia.
Perkembangan sel telur
Sel telur yang sedang
berkembang disebut oosit, hasil perkembangannya adalah ovum
Oogonia mengalami pembelahan mitosis
bebebrapa kali kemudian menjadi oosit primer.
Spermatozoa
Keistimewaannya
sebagai pembawa gen pada tream telur.
Bentuknya pada umumnya stream line yang dilengkapi dengan flagella yang kuat
untuk bergerak pada medium aqeus. Tidak dilengkapi dengan organella seperti
ribosome, endoplasmik retikulum dan golgi apparatus, karena tidak diperlukan,
namun dilengkap dengan mitokondria dalam jumlah yang banyak.
Struktur
Spermatozoa
Acrosome menghasilkan ensim acrosin yang berperan pada penetrasi zona
penetrasi llucida pada saat terjadi reaksi akrosom
Spermatozoa masak terdiri dari :
1.
Kepala (caput), terdiri
dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma, mengandung inti
(nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya. Pada bagian membran permukaan
di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut
akrosom. Akrosom
mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan
pelindung ovum.
2.
Leher (cervix), menghubungkan
kepala dengan badan.
3.
Badan (corpus), banyak
mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan
sperma.
4.
Ekor (cauda), berfungsi
untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas deferen dan ductus ejakulotoris.
Ekor spermatozoa memanjang
terletak di belakang inti disusun oleh sepasang mikrotubule dan dikeleilingi 9
pasang mikrotubule ganda
Spermatogenesis
Proses pembentukan dan
pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup
pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel,
yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di
tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus
seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal
(jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis.
Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis
(lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis.
Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel
benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia
terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus.
Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari
spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk
membentuk sperma.
Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk
spermatozoa atau spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi
makan spermatozoa sedangkan sel
Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus berfungsi
menghasilkan testosteron. Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa
hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis yaitu:
·
LH (Luteinizing Hormone) merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron.
Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin
sekunder.
·
FSH (Folicle Stimulating Hormone) merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP
(Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses
spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebutspermiogenesis.
Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari.
Proses Spermatogenesis :
Tahap pembentukan
spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1.
Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang
akan menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan
reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan
nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.
Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom
berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut
spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi
spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini
akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti
selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak,
yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin
banyak dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang
n kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara
meiosis II membentuk empat buahspermatid yang haploid juga.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih
yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan
(Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II
memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang
meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan.
Hasil akhir berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk
pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah
spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri
dari kepala dan ekor.
Bila
spermatogenesis sudah selesai, maka ABP testosteron (Androgen Binding Protein
Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar
menghentikan sekresi FSH dan LH. Spermatozoa
akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper. Spermatozoa
bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air
mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 – 400 juta
sel spermatozoa.
b. FERTILISASI
Fertilisasi adalah serangkaian proses yang dimulai dari peristiwa
penetrasi spermatozoa ke dalam sitoplasma oosit sampai terjadinya proses
singami dari pronukleus jantan dan betina. Peristiwa ini dapat terjadi secara alamiah (fertilisasi in vivo) maupun
melalui teknologi fertilisasi in vitro. Spermatozoa yang masuk vagina
harus mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom. Kapasitasi merupakan
masa penyesuaian dalam saluran reproduksi wanita dimana terjadi pelepasan
selubung glikoprotein dan protein-protein plasma semen yang menbungkus
akrosomyang berlangsung kira-kira 7 jam pada manusia. Reaksi
akrosom adalah reaksi pelepasan enzim-enzim dari
akrosom untuk menembus lapisan-lapisan oosit dengan induksi oleh
protein-protein zona.
Tahap 1: penembusan Cumulus Ooforus
Tahap 2: penembusan Corona Radiata
Tahap 3: penembusan zona pelusida
Tahap 4: fusi oosit dan membrab plasma
Tahap 5: senggami (penggabungan
pronukleus wanita dengan pronukleus pria)
Penembusan
Cumulus Ooforus Dan Penembusan Corona Radiata
Dari 200-300
juta spermatozoa yang dicurahkan, hanya 300-500 yang mencapai tempat pembuahan,
dan hanya 1 diantaranya yang diperlukan untuk pembuahan. Sperma lain membentuk
agar dapat menebus sawar-sawar yang melindungi gamet wanita. Dari akrosom
(tudung kepala) sperma dikeluarkan enzim-enzim secara berurutan: Hyalurunidase,
Corona Penetrating Enzim (CPE), dan terakhir akrosin untuk menebus zona
pelusida.
Penembusan
Zona Pelusida
Zona pelusida
adalah sebuah perisai glikoprotein disekeliling telur yang mempermudah dan
mempertahankan pengikatan sperma dan mengunduksi reaksi akrosom. Permeabilitas
zona berubah ketika kepala sperma menyentuh permukaan oosit yang menyebabakan
pembabasan enzim-enzim lisosom dari garnul-granul korteks yang melapisi
membrane plasma oosit. Enzim-enzim ini membuat reaksi zona untuk menghambat
penetrasi sperma dan membuat tak aktif tempat-tempat reseotor spermatozoa.
Fungsi
Oosit Dan Membrane Sel Sperma
Penyatuan antara
selaput oosit dan selaput yang melindungi bagian belakang sperma. Pada
manusi hanya kepala sperma saja yang masuk, bagian leher dan ekor tetap diluar
oosit. Reaksi oosit merupakan reaksi kortikal dan zona, melanjutka pembelahan
meiosis II, penggiatan metabolic sel telur.
Polymermia Fertilisasi
Blocking
c.
FERTILISASI IN VIVO
Perkembangan oosit secara in vivo
Hewan betina
tidak hanya menghasilkan sel-sel kelamin betina yang penting untuk membentuk
suatu individu baru, tetapi juga menyediakan lingkungan dimana individu
tersebut terbentuk, makanan dan perkembangan selama masa permulaan hidupnya
(Tolehere 1993). Sel telur merupakan sel kelamin betina yang dilapisi oleh sel
cumulus, zona pelusida dan selaput vitelin menurut Frandson (1992).
Pematangan
sel telur terjadi selama perkembangan folikel (folikelogenesis) di dalam ovarium
yang meliputi pematangan sitoplasma dan pematangan inti. Pematangan sitoplasma
meliputi penambahan butir-butir kuning telur di dalam sitoplasma, pembentukan
selubung peusida, serta pembentukan korteks granula (Djuwitaet al. 2000). Oosit telah mencapai pematangan
yang maksimal dan mengalami fertilisasi jika telah mencapai tahap M-II pada
proses pembelahan secara meiosis yang ditandai dengan pecahnya stadium intiatau
Germinal Vesicle Breakdown (GVBD),
nucleolus menghilang dan badan kutub I telah terbentuk (Tsafriri 1985).
Sedangkan sel cumulus yang mengelilingi oosit kanmengalami pemekaran dan
warnanya akan cerah (Moltik dan Fulak 1976). Menurut Setiadi (1999) pematangan
sitoplasma dinilai berdasarkan kemampuan oosit mengalami perkembaangan embrio
dini.
Kemampuan
inti oosit untuk membelah secara meiosis selama proses maturasi oosit sangat
tergantung pada stimulasi hormonal terhadap oosit yang berkumulus kompak.
Analisa mekanisme rangsangan hormonal terhadap pembelahan meiosis tidak
terlepas dari peran gonadotropin, steroid, siklus AMP, sintesa makromolekul dan
energy metabolisme folikuler (Tsafriri 1985).
Menurut
Sirard and Blondin (1996), lima actor yang sangat berkompeten dalam
keberhasilan pematangan oosit adalah morfologi cumulus, ukuran folikel,
kesehatan folikel, stimulasi ovarium, dan prosedur pematangan oosit senelum
dimulainya inkubasi. Laju proses maturasi oosit sapi, domba dan babi relative
lambat karena membutuhkan waktu untuk sintesa protein aktif untuk persiapan
permulaan meiosis. Lebih lanjut pendapat Sirard and Blondin (1996) pada sapi
proses maturasi inti in vivo mebutuhkan
waktu selama kurang lebih 24 jam. Selama matrasi, inti oosit sapi yang masuk
tahap profase pada awal meiosis I mengalami pengurangan kompemen kromosom
menjadi haploid (n=30) kromosom). Pada tahap molekuler, di dalam oosit
mengalami banyak interaksi antara siklus molekuler dengan substrat target pada
inti dan sitoplasma (Gordon 1994).
Proses
inti dimulai dengan penghilangan membrane nuclear yang dikenal GVBD,
penghilangan nukeoli dan kondensasi kromosom. Maturasi oosit rendah membutuhkan
sintesis protein protein yang aktif untuk awal pembelahan meiosis. Pada
rodensia dan kelinci tidak membutuhkan karena oosit rodensia dan kelinci
mempunyai protein esensial lengkap yang penting untuk kondensasi kromatin dan
nucleolus. Sebelum meiosis I, oosit babi, domba dan sapi dilengkapi protein
hanya untuk kondensasi kromatin, sedangkan protein untuk GVBD disintesis pada
waktu setelah meiosis I (Simon et al. 1989) dalam Gordon 1994)
Dengan
terjadinya GVBD, kromosom memadat menjadi kompak. Sentromer (daerah khusus
untuk sitoplasma padat) terbagi menjadi dua sentriol yang dikelilingi oleh
aster. Aster-aster tersebut memisah dan spindle terbentuk diantaranya. Kromosom
dalam pasangan diploid bebas dalam sitoplasma dan tersusun dalam bidang equator
dengan benang spindle.
Pembalahan
meiosis secara berturut-turut akan melewati tahap Diakinase (awal pemisahan dan
kondensasi pasangan kromosom), Metafase (semua kromosom berada pada pusat
pembelahan), Anafase (pemisahan masing-masing kromosom sepanjang pusat
pembelahan spindle) dan Telofase (pemagian kromosom selesai). Oosit primer
mengalami dua tahap meiosis. Pada tahap pertama, terbentuk dua anak sel. Satu
diantaranya mengandung banyak sitoplasma yang disebut dengan Polar Bodi I
sedangkan sel anak lainnya hanya mengndung sedikit sitoplasma (gambar 2). Setelah
terjadi penambahan kromosom, Polar Bodi I akan berisi bermacam-macam organel
termasuk mitokondria, ribosom dan korteks
granular. Perkambangan pada tahap meiosis I hingga mengeluarkan polar
bodi pertama mengakibatkan bahwa suatu kelompok kromosom dikeluarkan pada ruang
perivitelin, sementara kelompok lain berada dalam sitoplasma oosit.
Sel
telur itu kemudian disebut oosit sekunder dan kromosom vitelin kembali
keformasi spindle pada tahap meiosis II. Tahap meiosis II dimulai sampai M-II,
tetapi proses ini tidak berlanjut jika tidak terjadi penetrasi sperma atau
oosit tidak aktif. Akhir dari tahapan meiosis II dibarenagi dengan pengeluaran
polar bodi II keruang perivitelin. Oosit pada tahap meiosis II hanya memiliki
sejumlah kromosom haploid. Pada saat itu oosit berada pada tahap pembelahan
profase I, tepatnya tahap dictyate (fase
istirahat) proses pembelahan meiosis pada oosit dilanjutkan kembali setelah
individu mengalami pubertas.
d.
FERTILISASI IN VITRO
Perkembangan
Oosit secaa In Vitro
Pematangan
oosit diluar ovarium atau tubuh hewan disebut dengan pematangan in vitro atapun
vitro maturation (IVM). Pematangan in vitro merupakan salah satu tahap yang
penting dari rangkain produksi embrio in vitro. Oosit untuk memproduksi embrio
in vitro dapat diperoleh dari ovarium hewan betina yang masih hidup maupun
ovarium hewan betina mati dari Rumah Potong Hewan (RPH) dengan tanpa
memperhatikan fase siklus birahi. Pematangan in vitro membantu oosit agar mampu
menyelesaikan proses meiosis sehingga bersifat haploid (setengah komponen
kromosom) dan mampu mengalami fertilisasi. Pada in vivo pematangan oosit
terjadi selama perkembangan folikel di dalam ovaarium yang meliputi pematangan
sitoplasma dan pematngan inti. Kemudian oosit tersebut akan mengalami pematangan
sampai metaphase I (M-I) dan M-II dalam media kultur (Hunter 1995).
Selama
maturasi oosit sapi, struktur kromatin dalam oosit yang belum matang berupa
membrane nuclear utuh (GV) dimulai dari pembelahan meiosis pertama dilanjutkan
dengan pembelahan meiosis kedua. Menurut Lu (1998) menunjukkan 90% dari oosit
sapi mengalami pematangan pada 24 jam setelah dilakukan kultur. Dari penelitian
tersebut terlihat membrane nuclear menghilang setelah 5-6 jam GVBD dan M-I
setelah 12 jam dan M-II dicapai setelah 19 jam. Diperkirakan pematangan inti
tersebut lebih cepat dari in vitro daripada in vivo menurut Gordon (1994).
Kesempurnaan
pematangan sel telur sangat berpengaruh terhadap keberhasilan fertilisasi. Pada
proses pematangan sel telur secara in vitro dipengaruhi oleh factor diantaranya
medium pematangan dan lingkungan penyimpanan. Medium standard untuk pematangan
in vitro sel telur sapi adalah TCM-199. Agar menunjang keberhasilan proses
maturasi in votro dilakukan inovasi komposisi dan penambahan suplemen untuk
mendapatkan kondisi medium yang optimal. Suplemen seperti serum, hormone
estradiol, hormone gonadotropin (FSH dan LH), mineral, glukosa, piruvat dan
asam amino ditambahkan untuk membantu transformasi inti. Penambahan serum pada
media akan memicu tingkat perkembangan oosit secara in vitro. Serum yang sering
digunakan antara lain Brovine Serum Albumin (BSA), Fetal Calf Serum (FCS),
Fetal Brovine Serum (FBS). Tang et al. (1995) mengungkapkan, media pematangan
tanpa serum menyebabkan produksi blastosis yang lebih lambat. Disamping itu
pada media yang disuplemasikan dengan serum, perkembangan oosit lebih baik
dibandingkan medium tanpa serum (Setiadi 1999).
Fertilisasi in Vitro
Sebelum
pelaksanaan fertilisasi in vitro perlu dipersipakan medium dasar, larutan pelarut
semen, larutan pencuci oosit, larutan pengencer semen, penyiapan semen, dan
medium pengembangan embrio.
Alat dan
bahan yang dibutuhkan:
a.
Medium dasar (Medium BO)
b.
Larutan pencuci semen
c.
Larautan pencuci oosit
d.
Larutan pencuci semen
e.
Minyak mineral
f.
Alat-alat gelas dan pipet
g.
Mikropipet 10-50µ, 50-100µ
h.
Pengaduk magnetis (Magnetic Stirrer)
i.
Filter Millipore 0,20-0,22µm
j.
Sentrifuge dan tabung sentrifuge
k.
Penangas air
l.
Inkubatur CO2
m.
Mouth piece
n.
Mikroskop stereo
o.
Pipet Pasteur
p.
Siring disposable berbagai ukuran
q.
Bilik Neubauer atau Thomas
r.
Cawan petri kecil 36ml steril
s.
Cawan petri 90ml
t.
Pengaduk magnetic (Magnetic Stirrer)
u.
Laminar air flow (clean bench)
Cara kerja:
Untuk
manipulasi spermatozoa dan oosit perlu dilakukan di dalam laminar air flow
untuk mencegah pencemaran yang dapat menggagalkan proses fertilisasi in vitro.
1.
Peiapan
medium dasar (Medium BO)
Larutan A:
NaCl 4,492
gr
KCl 0,1974
gr
CaCl2.
2H2O 0,0840
gr
NaH2PO4.2H2O
0,0840gr
MgCl2.H2O 0,0694gr
Aquades 500ml
Masing-masing
khemicalia dilarutkan dalam aquades secara berutan denga menggunakan pengaduk
magnetic.
Larutan
B:
NaHCO3 2,5873gr
Phenol
red (larutan 5%) 0,04ml
Khemicalia ini
dilarutkan dalam 200 ml aquades, dialiri dengan gas CO2 lewat
gelembung-gelembuang udara dari selang plastikselam 30 menit.
Komposisi medium BO:
Larutan
A 76ml
Larutan
B 24ml
Glukosa 0,25gr
Na
piruvat 0,0135gr
Penisilin
10.000IU
Streptomisin
10mg
Larutan
BO dapat disimpan selam satu bulan pada 5o celcius.
*untuk
semen yang sama, glukosa tidak diperlukan.
2. Larutan pencuci semen (semen washing solution):
Larutan
BO 50ml
Na
Caffein Benzoat 194,2
mg
Heparin 1 mg
Larutan heparin:
TCM 199
2,5 ml
Heparin
dari mukosa usus babi 50mg
(sigma
H-3212)
Ujung
mikropipet diisi dengan 50µn dan simpan -20o C beku. Larutan stok
(ujung mikropipet beku): 20µg atau µl= 1 mg/ujung mikropipet. Satu ujung
mikropipet berisi larutan beku yang diencerkan kembali dan ditambahkan kedalam
larutan BO. Setelah penyiapan larutan pencuci semen selesai dilakukan
sterilalisasi dengan cara filtrasi dan simpan penangas air.
3. Larutan pencuci oosit:
Larutan BO 20ml
BSA 200mg
Sterelisasi
dengan cara filtrasi.
Siapkan
cawan petri (36ml) dengan 3-5ml larutan pencuci oosit, tutup dengan inyak
mineral dan simpan dalam incubator.
4. Larutan
untuk mengencerkan semen (Dilution
Solution):
Larutan
BO 10ml
BSA 200
mg
5. Penyiapan
semen:
a. Encerkan
kembali semen beku 2-3 straw 0,5 ml pada suhu 30-37o C.
b. Semen
1-1,5 ml dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan ditambah 6ml larutan pencuci
semen, campur dengan menggunakan pipet.
c. Dentrifuge
semen pada 485 G, selama 5 menit
d. Singkirkan
cairan bagian atas dengan penyedotan menggunakan siring
e. Tambahkan
lagi 6 ml larutan pencuci semen, campur dan sentrifuge dengan kecepatan dan
waktu yang sama.
f. Singkirkan
cairan bagian atas dengan cara yang sama.
g. Tambahkan
0,5-0,8 ml larutan pencuci BO.
Penghitungan konsentrasi akhir
spermatozoa:
a.
Ambil 50 µl suspense spermatozoa
b.
Tambahkan 4,95 ml larutan NaCl 3%
c.
Pengenceran semen untuk penghitungan
1:100, dengan mengguankan bilik hitung Neubauer atau Thomas.
d.
Atur jumlah spermatozoa sampai 25x106
spermatozoa/ml dengan menambah larutan pencucian semen
e.
Untuk memperoleh konsentrasi final 12,5
x 106 spermatozoa/ml tambahkan volume yang sama larutan pengencwer
semen. Bila motilitas spermatozoa tidak cukup bagus, konsentrasinya perlu
ditambhakan.
f.
Setelah dosis inseminasi dapat
ditetapkan (12,5 x 106),
siapkan 4 tetesan (masing 100 µl) pada cawan petri kecil (36ml), tutup dengan
minyak mineral dan simpan dalam incubator CO2, pada suhu 38,5o
C, kadar CO2 5%, dan kelembaban 90-100%.
6.
Teknik fertilisasi:
Fertilisasi in
vitro dilakukan dengan menasukkan oosit yang sudah dipersipkan ke dalam
suspensi spermatozoa.
a.
Siapkan cawan petri (36ml) dengan
larutan pencuci oosit, tutup dengan minyak mineral dan tempatkan dalam
incubator CO2, suhu 38,5o C, 5% CO2 dan kelembaban 90-100%
b.
Cuci oosit 3 kali dalam larutan pencuci
oosit
c.
Pindahkan oosit (dengan volume medium
seminimal mungkin) ke tetesan semen yang sebelumnya sudah disiapkan. Untuk tiap
tetesan semen 10-30 oosit
d.
Inkubasi dalam incubator CO2 suhu 38o
C, 5% CO2 dan kelembaban 90-100%, selama 5 jam.
SKEMA TEKNIK FETILISASI IN VITRO PADA SAPI
Ambil
ovaria dari rumah potong
|
Dalam
larutan garam fisiologi pada 25oC
|
Atur
konsentrasi spermatozoa 12,5 x 106 dalam 5 mM lar. BO + caffeine + 10 µg/ml
heparin.
|
Oosit
yang masak
|
Induksi
kapasitasi
|
Inkubasi
pendahuluan 38,5 oC selama 3 jam
|
Spermatozoa
dan kapasitasi
|
Induksi
pemasakan
|
Sedot
oosit dari folikel kecil (< 5nm)
|
Cuci
oosit dan unkubasikan dalam TCM-199 pada 38,5oC selama 20 m
|
Thawing
semen beku pada 37oC
|
Cuci
spermatozoa 2 kali dengan sentrifugasi 1800rpm (485 g)
|
Ambil
oosit dan pindahkan ke suspense spermatozoa (fertilisasi in vitro) inkubasi
38,5 oC 5 jam
|
Ambil
oosit dan biakan dalam TCM-199 38,5 oC 2 hari
|
Periksa
perkembangan embrio
|
Ambil
lebih dari embrio-embrio lebih dari 4 sel
|
Biakkan
4-5 hari dalam cawan petri yang sama
|
Periksa
perkembangan embrio-embrio
|
Biakkan
in vivo 4-5 hari
|
Pindahkan
ke dalam oviduct kelinci
|
Ganti
medium 2 kali sehari
|
Goyang-goyangkan
medium 2 kali
|
Periksa
perkembangan
|
Bilas
oviduct
|
Embrio
yang siap ditransfer (Blastosist)
|
e.
Alat-alat laboratorium
Laboratorium dan Fungsinya
Laboratorium berasal dari kata laboratory yang
memiliki pengertian yaitu : (1) tempat yang dilengkapi peralatan untuk
melangsungkan eksperimen di dalam sains atau melakukan pengujian dan analisis (is
a place equipped for experimental study in a science or for testing and
analysis , (2) bangunan atau ruangan yang dilengkapi peralatan untuk
melangsungkan penelitian ilmiah ataupun praktek pembelajaran bidang sains (a
building or room equipped for conducting scientific research or for teaching practical
science), (3) tempat memproduksi bahan kimia atau obat (a place where chemicals
or medicines are manufactured), (4) tempat kerja untuk melangsungkan penelitian
ilmiah (a workplace for the conduct of scientific research), (5) ruang
kerja seorang ilmuwan dan tempat menjalankan eksperimen bidang studi sains
(kimia, fisika, biologi, dsb.) (the workplace a saintist also a place
devoted to experiments in any branch of natural science , as chemistry,
physics, biology etc ). Berdasarkan definisi di atas dengan tegas
dinyatakan bahwa laboatorium kimia adalah suatu bangunan yang di dalamnya
diperlengkapi dengan peralatan dan bahanbahan kimia untuk kepentingan
pelaksanaan eksperimen. Hodson mengemukakan bahwa laboratorium memiliki fungsi
utama yaitu untuk melaksanakan eksperimen (experiments), kerja
lababoratorium (laboratory work), praktikum (practicals), dan pelaksanaan
didaktik pend idikan sains (didactics of science education) dengan
hierarki sebagaimana ditunjukkan pada gambar-1 berikut: Gambar 1. Keterkaitan
antara eksperimen, kerja lab dan praktikum
Ekperimen diartikan sebagai rangkaian kegiatan
(menyusun alat mengoperasikan alat, mengukur, dsb.) dan pengamatan untuk
memverifikasi dan menguji suatu hipotesis berdasarkan bukti-bukti empiris.
Sementara kerja lab cakupannya lebih luas daripada eksperimen yang diartikan
sebagai aktifitas dengan menggunakan fasilitas lab, seperti melatih keterampilan menggunakan alat,
melakukan eksperimen (percobaan), mendemonstrasikan percobaan, melakukan
pengontrolan kualitas bahan baku, pengontrolan kualitas pro duk industri,
ekshibisi (pameran) proses-proses kimia dsb. Demikian kerja laboratorium harus
dirancang sedemikian rupa agar dapat melakukan pengukuran kuantitas fisis
secara akurat; menelaah faktor- faktor yang mempengaruhi keajegan
(reliabilitas) pengukuran; memperlakukan bahan, alat (apparatus),
perkakas (tools). Fungsi laboratorium dikategorikan ke dalam tiga kelompok
yaitu fungsi yang memberikan peningkatan pengetahuan (knowledge), fungsi
yang memberikan peningkatan keterampilan (psychomotoric), dan fungsi
yang memberikan penumbuhan sikap (attitude). Berikut ini disajikan
alat-alat yang digunakan untuk fertilisasi untuk membantu perkembangbiakan
suatu mahluk hidup.
No.
|
Nama Alat
|
Fungsi
|
1
|
Bilik
Neubauer
|
Untuk mrenghitung jumlah
sel Eritrosit, Leukosit, dan Trombosit
|
2
|
Cawan Petri
|
Untuk membiakkan sel
|
3
|
Filter Millipore
|
Alat penyaring larutan nutrein
yang digunakan untuk menyaring larutan tersebut sebelum diberikan intravena
|
4
|
Inkubator CO2
|
·
Dalam mikrobiologi, inkubator
adalah sebuah perangkat untuk mengontrol suhu, kelembapan, dan kondisi yang
mikrobiologikal.
·
Dalam bioteknologi, inkubator
digunakan untuk mengatur suhu lingkungan suatu objek pengamatan.
|
5
|
Laminar
Air Flow
|
Digunakan sebagai ruangan untuk
pengerjaan secara eseptis. Prinsip penaseptisan suatu ruangan berdasarkan
aliran udara keluar dengan kontaminasi udara dapat diminimalkan.
|
6
|
Magnetic
Stirrer
|
untuk
homogenisasi dan pengadukan cairan kimia. hot
plate stirrer berfungsi untuk menghomogenkan suatu larutan dengan
pengadukan. Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini dapat dipanaskan
sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi.
|
7
|
Micropipet
|
Alat untuk memindahkan cairan
yang bervolume cukup kecil, biasanya kurang dari 1000 µl. Banyak pilihan
kapasitas dalam mikropipet, misalnya mikropipet yang dapat diatur volume
pengambilannya (adjustable volume pipette) antara 1µl sampai 20 µl, atau
mikropipet yang tidak bisa diatur volumenya, hanya tersedia satu pilihan
volume (fixed volume pipette) misalnya mikropipet 5 µl. dalam penggunaannya,
mukropipet memerlukan tip.
|
8
|
Mikroskop Stereo
|
Untuk menciptakan gambar tiga
dimensi yang lebih jelas
|
9
|
Penangas Air
|
1.
Pemanasan
pada suhu rendah 300C sampai 1000C
2.
Menguapkan
zat atau larutan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
|
10
|
Pipet Pasteur
|
Fungsinya sama dengan pipet ukur,
namun volume yang dipindahkan tidak diketahui. Salah satu penerapannya adalah
dalam menambahkan HCl / NaOH saat mengatur pH media, penambahan reagen ada
uji biokimia dan lain-lain.
|
11
|
Sentrifuge
|
Dalam sebuah laboratorium
centrifuge berguna untuk memisahkan partikulat padat dalam cairan.
|
12
|
Syringe
|
Memasukkan cairan obat dalam
jangka waktu tertentu secara teratur.
|
Dengan mengetahui alat-alat yang digunakan dalam
fertilisasi, maka kita dapat membayangkan bagaimana fertilisasi itu terjadi.
Meskipun tidak praktikum secara langsung namun dapat diketahui melalui
penjelasan diatas bagaimana proses fertilisasi berlangsung. Teknik fertilisasi
berhubungan dengan ilmu kimia. Sehingga diperlukan pengetahuan tentang
peralatan dan bahan-bahan kimia karena peralatan dan bahan-bahan kimia
memerlukan perlakuan yang istimewa.
3.
Kesimpulan
Pematangan spermatozoa yang berkembang secara baik maka akan menghasilkan
keturunan yang baik pula. Namun pada saat sekarang ini untuk mencapai keturunan
yang baik dengan waktu yang cepat sangat diperlukan. Jadi, dikembangkanlah
teknik ferlisasi untuk menunjang perkembangan mahluk hidup. Teknik
fertilisasi dibagi menjadi dua yaitu,
fertilisasi in vivo dan fertilisasi in vitro. Kesempurnaan
pematangan sel telur sangat berpengaruh terhadap keberhasilan fertilisasi. Yang dikembangkan saat ini adalah fertilisasi in vitro. Pada proses pematangan sel telur secara in vitro dipengaruhi oleh factor
diantaranya medium pematangan dan lingkungan penyimpanan. Alat-alat laboratorium yang digunakan dalam fertilsasi sangat beragam,
serta bahan-bahan kimia juga turut serta dalam proses fertilisasi.
4. Penutup
a.
Saran
Menghailkan sperma yang baik
dapat dilakukan dengan rajin berolahrag serta menjaga pola makan. Dalam proses
fertilisasi dibutuhkan alat-alat laboratorium yang steril karena dapat
mempengaruhi kualitas hasil yang diperoleh. Perkembangan fertilisasi in vitro belum banyak dikembangkan, maka
perlu peran pemerintah untuk terus mengembangkan teknik fertilisasi ini kepada
masyarakat.
Daftar Pustaka
Anam.
2009. Alat-alat laboratorium. http://www.alatlaboratori.com/alat-laboratorium-biologi.html. Diunduh pada 15 Desember 2013.
Anonim.
2009. Fertilisasi. Dari power point
Faiz. 2013. Mikroskop
stereo. http://www.biologi-sel.com/2013/03/mikroskop-stereo.html. diunduh tanggal 15 Desember 2013.
Liesi. 2011. Alat-alat
laboratorium. http://liesi.typepad.com/blog/2011/07/alat-lab-laminar-air-flow.html
Nuraini, Tuti. 2009. Fertilisasi dan kontrol
reproduksi. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDsQFjAC&url=http%3A%2F%2Fbiologi.fst.unair.ac.id%2Fmatkul_S1bio%2FSemester%2520genap%2FBio%2520Perkembangan%2FKuliah%2520Biologi%2520Perkembangan%2520Visitasi%25202011%2FFertilisasi2009.ppt&ei=synEUsCTLIWErAfOuYDwCA&usg=AFQjCNHJ3yAHnMaGUxjW4BtbP9HrnjeNEw
Rihando. 2010.
Spermatogenesis. http://intanriani.wordpress.com/pembentukan-gamet-jantan-spermatogenesis/. Diunduh pada 15 Desember 2013.
Walid, Dwi. 2006. Tingkat Kematangan Oosit Sapi Secara In Vitro Setelah
Inkubasi Pada Inkubasi Pada Kondisi Temperatur dan Kondisi Gas CO2
Berbeda.http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.ipb.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F45840%2FB06rdw.pdf%3Fsequence%3D1&ei=wi7EUvClJMK4rgf4sIHABQ&usg=AFQjCNHFxsSUWa54nAuqm4PWrmzUAHuquw
.
Widhy, Purwanti. 2009. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/purwanti-widhy-hastuti-spd-mpd/plthn-penggunaan-alat-lab.pdf
Wiki. 2010. Alat-alat laboratorium. http://id.wikipedia.org/wiki/Cawan_Petri. diunduh pada 15 Desember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar