Selasa, 04 November 2014

karya tulis LABOLATORIUM BIOREPRODUKSI



LABOLATORIUM BIOREPRODUKSI
Oleh : Ajizatunnisa
NIM : 201310070311085
Abstrak:
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Proses spermatogenesis ini dapat terjadi karena dukungan dari sel Sertoli. Spermatozoa dan ovum adalah sel reproduksi yang harus mengalami fusi dalam proses fertilisasi. Fertilisasi dibagi menjadi dua, fertilisasi in vivo(secara alamiah) dan fertilisasi in vitro. Fertilisasi in vitro membutuhkan alat-alat laboratorium yang dapat menunjang proses fertilisasi agar terjadi sempurna.
Kata kunci: spermatogenesis, fertilisasi, fertilisasi in vivo, fertilisasi in vitro, alat-alat laboratorium. 
   
1.    Pendahuluan
 Spermatogenesis adalah proses gametogenesis pada pria dengan cara pembelahan meiosis dan mitosis. Spermatogenesis pada sperma biasa terjadi di epididimis. Sedangkan tempat menyimpan sperma sementara terletak di vas deferens. Spermatogenesis berasal dari kata sperma dan genesis (pembelahan). Pada spermatogenesis terjadi pembelahan secara mitosis dan meiosis. Spermatogenesis merupakan tahap atau fase – fase pendewasaan sperma di epididimis. Setiap satu spermatogonium akan menghasilkan empat sperma matang.
Keberhasilan produksi embrio in vitro pada sapi masih mengalami fluktuasi pada setiap laboratorium di seluruh dunia. Hal ini karena jenis media, serum, serta protokol yang digunakan di setiap laboratorium masih bervariasi. Berbagai media untuk perkembangan embrio in vitro terus diteliti untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Pada umumnya proses produksi embrio dilakukan melalui tiga tahapan utama yaitu pematangan oosit (in vitro maturation), pembuahan oosit oleh spermatozoa (in vitro fertilisation), dan menumbuhkan oosit yang telah dibuahi sampai tahap perkembangan morula atau blastosis (in vitro culture). Ketiga tahapan produksi embrio biasanya menggunakan media yang berbeda-beda untuk mendukung perkembangan oosit dan spermatozoa sehingga mampu berkembang mencapai tahap blastosis. Tiga media utama harus tersedia yaitu media pematangan, media fertilisasi, serta media kultur. Penambahan beberapa komponen spesifik pada setiap media seperti hormon, makromolekul, cairan fisiologis lainnya dengan komposisi yang dianggap tidak bersifat merusak (detrimental) juga dibutuhkan. Dengan demikian persiapan pembuatan media pada masing-masing tahapan produksi embrio menjadi pekerjaan yang menyita waktu para peneliti serta menambah biaya untuk setiap bahan yang ditambahkan. Upaya penyederhanaan media merupakan terobosan yang diperlukan sehingga waktu yang diperlukan untuk teknik produksi embrio in vitro menjadi lebih efisien dengan hasil yang memuaskan. Penyederhanaan penggunaan media selama proses produksi embrio menawarkan keuntungan untuk mengurangi sejumlah masalah akibat perubahan komposisi cairan biologis serta dapat meringankan kerja di laboratorium. Namun demikian, komposisi bahan utama yang mendukung setiap tahapan kegiatan tetap tersedia, sehingga masih berfungsi layaknya media yang umum digunakan.
Pengelolaan laboratorium berkaitan dengan pengelola dan pengguna, fasilitas laboratorium (bangunan, peralatan laboratorium, spesimen biologi, bahan kimia), dan aktivitas yang dilaksanakan di laboratorium yang menjaga keberlanjutan fungsinya. Pada dasarnya pengelolaan laboratorium merupakan tanggung jawab bersama baik pengelola maupun pengguna. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat harus memiliki kesadaran dan merasa terpanggil untuk mengatur, memelihara, dan mengusahakan keselamatan kerja. Mengatur dan memelihara laboratorium merupakan upaya agar laboratorium selalu tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya menjaga keselamatan kerja mencakup usaha untuk selalu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu bekerja di laboratorium dan penangannya bila terjadi kecelakaan.

2.    Sub Topik
a.      SPERMATOZOA
Spermatozoa dan ovum adalah sel reproduksi yang harus mengalami fusi dalam proses fertilisasi. Tanpa terjadinya peleburan (fertilisasi) maka akan terjadi kematian dalam beberapa menit atau beberapa jam.
 














Sel Telur
Merupakan hasil perkembangan dari sel-sel primordial yang bermigrasi dari kantung yolk yang berkembang membentuk gonad dan gamet. Keistimewaan dari sel telur adalah kemampuannya untuk membentuk individu yang lengkap ketika mengalami fertilisasi. Spermatozoa bukanlah satu-satunya inducer untuk mengaktivasi ovum menjadi individu baru. Beberapa inducer lainnya seperti arus listrik, mekanik (tusukan jarum) dan bbrp bahan kimia, sehingga dapat terjadi partenogenesis. Parthenogenesis dapat terjadi pada beberapa hewan vertebrata; contoh pada amphibia dan reptilia dapat diinduksi oleh bahan kimia maupun induksi secara fisik. Kemampuan sel telur untuk membentuk berbagai jenis type sel pada organisme dewasa disebut totipotent. Sekalipun bersifat totipotent, sel telur dipersiapkan untuk satu fungsi utama dalam proses reproduksi. Sel telur pada umumnya adalah sel yang berukuran lebih besar dari sel-sel lain di dalam tubuh, karena dilengkapi dengan yolk untuk pertumbuhannya yang independent. Sitoplasma sel telur mengandung banyak cadangan makanan berupa yolk. Kandungan yolk meliputi lemak, protein dan polysakarida yang berbentuk butiran, disebut Yolk Granules. Sifat khas lain sel telur adalah lapisan pelindung berupa lapisan molekul glikoprotein yang disekresikan oleh sel itu sendiri ataupun sel yang ada di sekitarnya. Lapisan pelindung yang utama adalah membrana vitelina (aves atau seaurchins) atau disebut zona pellucida pada mamalia.

Perkembangan sel telur
Sel telur yang sedang berkembang disebut oosit, hasil perkembangannya adalah ovum
Oogonia mengalami pembelahan mitosis bebebrapa kali kemudian menjadi oosit primer. 

                                           

Spermatozoa
Keistimewaannya sebagai pembawa gen pada tream  telur. Bentuknya pada umumnya stream line yang dilengkapi dengan flagella yang kuat untuk bergerak pada medium aqeus. Tidak dilengkapi dengan organella seperti ribosome, endoplasmik retikulum dan golgi apparatus, karena tidak diperlukan, namun dilengkap dengan mitokondria dalam jumlah yang banyak.

Struktur Spermatozoa
      
Acrosome menghasilkan ensim acrosin yang berperan pada penetrasi zona penetrasi llucida pada saat terjadi reaksi akrosom


                                                       









Spermatozoa masak terdiri dari :
1.    Kepala (caput), terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma, mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum.
2.    Leher (cervix), menghubungkan kepala dengan badan.
3.    Badan (corpus), banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma.
4.    Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas deferen dan ductus ejakulotoris.
Ekor spermatozoa memanjang terletak di belakang inti disusun oleh sepasang mikrotubule dan dikeleilingi 9 pasang mikrotubule ganda










Spermatogenesis
 Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi makan spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus berfungsi menghasilkan testosteron. Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis yaitu:
·         LH (Luteinizing Hormone) merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder.
·         FSH (Folicle Stimulating Hormone) merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebutspermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari.
Proses Spermatogenesis :
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1.  Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2.  Tahapan Meiois
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis II membentuk empat buahspermatid yang haploid juga.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor.
Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP testosteron (Androgen Binding Protein Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar menghentikan sekresi FSH dan LH. Spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 – 400 juta sel spermatozoa.
                  
b.      FERTILISASI
Fertilisasi adalah serangkaian proses yang dimulai dari peristiwa penetrasi spermatozoa ke dalam sitoplasma oosit sampai terjadinya proses singami dari pronukleus jantan dan betina. Peristiwa ini dapat terjadi secara alamiah (fertilisasi in vivo) maupun melalui teknologi fertilisasi in vitro. Spermatozoa yang masuk vagina harus mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom. Kapasitasi merupakan masa penyesuaian dalam saluran reproduksi wanita dimana terjadi pelepasan selubung glikoprotein dan protein-protein plasma semen yang menbungkus akrosomyang berlangsung kira-kira 7 jam pada manusia. Reaksi akrosom adalah reaksi pelepasan enzim-enzim dari akrosom untuk menembus lapisan-lapisan oosit dengan induksi oleh protein-protein zona.
Tahap 1: penembusan Cumulus Ooforus
Tahap 2: penembusan Corona Radiata
Tahap 3: penembusan zona pelusida
Tahap 4: fusi oosit dan membrab plasma
Tahap 5: senggami (penggabungan pronukleus wanita dengan pronukleus pria)
Penembusan Cumulus Ooforus Dan Penembusan Corona Radiata
Dari 200-300 juta spermatozoa yang dicurahkan, hanya 300-500 yang mencapai tempat pembuahan, dan hanya 1 diantaranya yang diperlukan untuk pembuahan. Sperma lain membentuk agar dapat menebus sawar-sawar yang melindungi gamet wanita. Dari akrosom (tudung kepala) sperma dikeluarkan enzim-enzim secara berurutan: Hyalurunidase, Corona Penetrating Enzim (CPE), dan terakhir akrosin untuk menebus zona pelusida.
Penembusan Zona Pelusida
Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein disekeliling telur yang mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan mengunduksi reaksi akrosom. Permeabilitas zona berubah ketika kepala sperma menyentuh permukaan oosit yang menyebabakan pembabasan enzim-enzim lisosom dari garnul-granul korteks yang melapisi membrane plasma oosit. Enzim-enzim ini membuat reaksi zona untuk menghambat penetrasi sperma dan membuat tak aktif tempat-tempat reseotor spermatozoa.
Fungsi Oosit Dan Membrane Sel Sperma
Penyatuan antara selaput oosit dan selaput yang melindungi bagian belakang sperma. Pada manusi hanya kepala sperma saja yang masuk, bagian leher dan ekor tetap diluar oosit. Reaksi oosit merupakan reaksi kortikal dan zona, melanjutka pembelahan meiosis II, penggiatan metabolic sel telur.

 

                                                                                   









Polymermia                                                     Fertilisasi Blocking
                                                                 

c.       FERTILISASI IN VIVO
Perkembangan oosit secara in vivo
Hewan betina tidak hanya menghasilkan sel-sel kelamin betina yang penting untuk membentuk suatu individu baru, tetapi juga menyediakan lingkungan dimana individu tersebut terbentuk, makanan dan perkembangan selama masa permulaan hidupnya (Tolehere 1993). Sel telur merupakan sel kelamin betina yang dilapisi oleh sel cumulus, zona pelusida dan selaput vitelin menurut Frandson (1992).
Pematangan sel telur terjadi selama perkembangan folikel (folikelogenesis) di dalam ovarium yang meliputi pematangan sitoplasma dan pematangan inti. Pematangan sitoplasma meliputi penambahan butir-butir kuning telur di dalam sitoplasma, pembentukan selubung peusida, serta pembentukan korteks granula (Djuwitaet al. 2000). Oosit telah mencapai pematangan yang maksimal dan mengalami fertilisasi jika telah mencapai tahap M-II pada proses pembelahan secara meiosis yang ditandai dengan pecahnya stadium intiatau Germinal Vesicle Breakdown (GVBD), nucleolus menghilang dan badan kutub I telah terbentuk (Tsafriri 1985). Sedangkan sel cumulus yang mengelilingi oosit kanmengalami pemekaran dan warnanya akan cerah (Moltik dan Fulak 1976). Menurut Setiadi (1999) pematangan sitoplasma dinilai berdasarkan kemampuan oosit mengalami perkembaangan embrio dini.
Kemampuan inti oosit untuk membelah secara meiosis selama proses maturasi oosit sangat tergantung pada stimulasi hormonal terhadap oosit yang berkumulus kompak. Analisa mekanisme rangsangan hormonal terhadap pembelahan meiosis tidak terlepas dari peran gonadotropin, steroid, siklus AMP, sintesa makromolekul dan energy metabolisme folikuler (Tsafriri 1985).
Menurut Sirard and Blondin (1996), lima actor yang sangat berkompeten dalam keberhasilan pematangan oosit adalah morfologi cumulus, ukuran folikel, kesehatan folikel, stimulasi ovarium, dan prosedur pematangan oosit senelum dimulainya inkubasi. Laju proses maturasi oosit sapi, domba dan babi relative lambat karena membutuhkan waktu untuk sintesa protein aktif untuk persiapan permulaan meiosis. Lebih lanjut pendapat Sirard and Blondin (1996) pada sapi proses maturasi inti in vivo mebutuhkan waktu selama kurang lebih 24 jam. Selama matrasi, inti oosit sapi yang masuk tahap profase pada awal meiosis I mengalami pengurangan kompemen kromosom menjadi haploid (n=30) kromosom). Pada tahap molekuler, di dalam oosit mengalami banyak interaksi antara siklus molekuler dengan substrat target pada inti dan sitoplasma (Gordon 1994).
Proses inti dimulai dengan penghilangan membrane nuclear yang dikenal GVBD, penghilangan nukeoli dan kondensasi kromosom. Maturasi oosit rendah membutuhkan sintesis protein protein yang aktif untuk awal pembelahan meiosis. Pada rodensia dan kelinci tidak membutuhkan karena oosit rodensia dan kelinci mempunyai protein esensial lengkap yang penting untuk kondensasi kromatin dan nucleolus. Sebelum meiosis I, oosit babi, domba dan sapi dilengkapi protein hanya untuk kondensasi kromatin, sedangkan protein untuk GVBD disintesis pada waktu setelah meiosis I (Simon et al. 1989) dalam Gordon 1994)
Dengan terjadinya GVBD, kromosom memadat menjadi kompak. Sentromer (daerah khusus untuk sitoplasma padat) terbagi menjadi dua sentriol yang dikelilingi oleh aster. Aster-aster tersebut memisah dan spindle terbentuk diantaranya. Kromosom dalam pasangan diploid bebas dalam sitoplasma dan tersusun dalam bidang equator dengan benang spindle.
Pembalahan meiosis secara berturut-turut akan melewati tahap Diakinase (awal pemisahan dan kondensasi pasangan kromosom), Metafase (semua kromosom berada pada pusat pembelahan), Anafase (pemisahan masing-masing kromosom sepanjang pusat pembelahan spindle) dan Telofase (pemagian kromosom selesai). Oosit primer mengalami dua tahap meiosis. Pada tahap pertama, terbentuk dua anak sel. Satu diantaranya mengandung banyak sitoplasma yang disebut dengan Polar Bodi I sedangkan sel anak lainnya hanya mengndung sedikit sitoplasma (gambar 2). Setelah terjadi penambahan kromosom, Polar Bodi I akan berisi bermacam-macam organel termasuk mitokondria, ribosom dan korteks  granular. Perkambangan pada tahap meiosis I hingga mengeluarkan polar bodi pertama mengakibatkan bahwa suatu kelompok kromosom dikeluarkan pada ruang perivitelin, sementara kelompok lain berada dalam sitoplasma oosit.
Sel telur itu kemudian disebut oosit sekunder dan kromosom vitelin kembali keformasi spindle pada tahap meiosis II. Tahap meiosis II dimulai sampai M-II, tetapi proses ini tidak berlanjut jika tidak terjadi penetrasi sperma atau oosit tidak aktif. Akhir dari tahapan meiosis II dibarenagi dengan pengeluaran polar bodi II keruang perivitelin. Oosit pada tahap meiosis II hanya memiliki sejumlah kromosom haploid. Pada saat itu oosit berada pada tahap pembelahan profase I,  tepatnya tahap dictyate (fase istirahat) proses pembelahan meiosis pada oosit dilanjutkan kembali setelah individu mengalami pubertas.

d.      FERTILISASI IN VITRO
Perkembangan Oosit secaa In Vitro

Pematangan oosit diluar ovarium atau tubuh hewan disebut dengan pematangan in vitro atapun vitro maturation (IVM). Pematangan in vitro merupakan salah satu tahap yang penting dari rangkain produksi embrio in vitro. Oosit untuk memproduksi embrio in vitro dapat diperoleh dari ovarium hewan betina yang masih hidup maupun ovarium hewan betina mati dari Rumah Potong Hewan (RPH) dengan tanpa memperhatikan fase siklus birahi. Pematangan in vitro membantu oosit agar mampu menyelesaikan proses meiosis sehingga bersifat haploid (setengah komponen kromosom) dan mampu mengalami fertilisasi. Pada in vivo pematangan oosit terjadi selama perkembangan folikel di dalam ovaarium yang meliputi pematangan sitoplasma dan pematngan inti. Kemudian oosit tersebut akan mengalami pematangan sampai metaphase I (M-I) dan M-II dalam media kultur (Hunter 1995).
Selama maturasi oosit sapi, struktur kromatin dalam oosit yang belum matang berupa membrane nuclear utuh (GV) dimulai dari pembelahan meiosis pertama dilanjutkan dengan pembelahan meiosis kedua. Menurut Lu (1998) menunjukkan 90% dari oosit sapi mengalami pematangan pada 24 jam setelah dilakukan kultur. Dari penelitian tersebut terlihat membrane nuclear menghilang setelah 5-6 jam GVBD dan M-I setelah 12 jam dan M-II dicapai setelah 19 jam. Diperkirakan pematangan inti tersebut lebih cepat dari in vitro daripada in vivo menurut Gordon (1994).
Kesempurnaan pematangan sel telur sangat berpengaruh terhadap keberhasilan fertilisasi. Pada proses pematangan sel telur secara in vitro dipengaruhi oleh factor diantaranya medium pematangan dan lingkungan penyimpanan. Medium standard untuk pematangan in vitro sel telur sapi adalah TCM-199. Agar menunjang keberhasilan proses maturasi in votro dilakukan inovasi komposisi dan penambahan suplemen untuk mendapatkan kondisi medium yang optimal. Suplemen seperti serum, hormone estradiol, hormone gonadotropin (FSH dan LH), mineral, glukosa, piruvat dan asam amino ditambahkan untuk membantu transformasi inti. Penambahan serum pada media akan memicu tingkat perkembangan oosit secara in vitro. Serum yang sering digunakan antara lain Brovine Serum Albumin (BSA), Fetal Calf Serum (FCS), Fetal Brovine Serum (FBS). Tang et al. (1995) mengungkapkan, media pematangan tanpa serum menyebabkan produksi blastosis yang lebih lambat. Disamping itu pada media yang disuplemasikan dengan serum, perkembangan oosit lebih baik dibandingkan medium tanpa serum (Setiadi 1999).
Fertilisasi in Vitro
Sebelum pelaksanaan fertilisasi in vitro perlu dipersipakan medium dasar, larutan pelarut semen, larutan pencuci oosit, larutan pengencer semen, penyiapan semen, dan medium pengembangan embrio.
Alat dan bahan yang dibutuhkan:
a.       Medium dasar (Medium BO)
b.      Larutan pencuci semen
c.       Larautan pencuci oosit
d.      Larutan pencuci semen
e.       Minyak mineral
f.       Alat-alat gelas dan pipet
g.      Mikropipet 10-50µ, 50-100µ
h.      Pengaduk magnetis (Magnetic Stirrer)
i.        Filter Millipore 0,20-0,22µm
j.        Sentrifuge dan tabung sentrifuge
k.      Penangas air
l.        Inkubatur CO2
m.    Mouth piece
n.      Mikroskop stereo
o.      Pipet Pasteur
p.      Siring disposable berbagai ukuran
q.      Bilik Neubauer atau Thomas
r.        Cawan petri kecil 36ml steril
s.       Cawan petri 90ml
t.        Pengaduk magnetic (Magnetic Stirrer)
u.      Laminar air flow (clean bench)

Cara kerja:
Untuk manipulasi spermatozoa dan oosit perlu dilakukan di dalam laminar air flow untuk mencegah pencemaran yang dapat menggagalkan proses fertilisasi in vitro.
1.      Peiapan medium dasar (Medium BO)
Larutan A:
NaCl                                                                4,492 gr
KCl                                                                  0,1974 gr
CaCl2. 2H2O                                                    0,0840 gr
NaH2PO4.2H2O                                               0,0840gr
MgCl2.H2O                                                      0,0694gr
Aquades                                                          500ml
Masing-masing khemicalia dilarutkan dalam aquades secara berutan denga menggunakan pengaduk magnetic.
Larutan B:
NaHCO3                                             2,5873gr
Phenol red (larutan 5%)                      0,04ml
Khemicalia ini dilarutkan dalam 200 ml aquades, dialiri dengan gas CO2 lewat gelembung-gelembuang udara dari selang plastikselam 30 menit.

Komposisi medium BO:
Larutan A                                            76ml
Larutan B                                            24ml
Glukosa                                               0,25gr
Na piruvat                                           0,0135gr
Penisilin                                               10.000IU
Streptomisin                                        10mg
Larutan BO dapat disimpan selam satu bulan pada 5o celcius.
*untuk semen yang sama, glukosa tidak diperlukan.

2. Larutan pencuci semen (semen washing solution):
Larutan BO                                         50ml
Na Caffein Benzoat                            194,2 mg
Heparin                                                1 mg

Larutan heparin:
TCM                                                    199 2,5 ml
Heparin dari mukosa usus babi           50mg

(sigma H-3212)

Ujung mikropipet diisi dengan 50µn dan simpan -20o C beku. Larutan stok (ujung mikropipet beku): 20µg atau µl= 1 mg/ujung mikropipet. Satu ujung mikropipet berisi larutan beku yang diencerkan kembali dan ditambahkan kedalam larutan BO. Setelah penyiapan larutan pencuci semen selesai dilakukan sterilalisasi dengan cara filtrasi dan simpan penangas air.

3. Larutan pencuci oosit:
 Larutan BO                                        20ml
BSA                                                    200mg
Sterelisasi dengan cara filtrasi.
Siapkan cawan petri (36ml) dengan 3-5ml larutan pencuci oosit, tutup dengan inyak mineral dan simpan dalam incubator.

4. Larutan untuk mengencerkan semen (Dilution Solution):
Larutan BO                                         10ml
BSA                                                    200 mg

5. Penyiapan semen:
a.       Encerkan kembali semen beku 2-3 straw 0,5 ml pada suhu 30-37o C.
b.      Semen 1-1,5 ml dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan ditambah 6ml larutan pencuci semen, campur dengan menggunakan pipet.
c.       Dentrifuge semen pada 485 G, selama 5 menit
d.      Singkirkan cairan bagian atas dengan penyedotan menggunakan siring
e.       Tambahkan lagi 6 ml larutan pencuci semen, campur dan sentrifuge dengan kecepatan dan waktu yang sama.
f.       Singkirkan cairan bagian atas dengan cara yang sama.
g.      Tambahkan 0,5-0,8 ml larutan pencuci BO.

Penghitungan konsentrasi akhir spermatozoa:
a.       Ambil 50 µl suspense spermatozoa
b.      Tambahkan 4,95 ml larutan NaCl 3%
c.       Pengenceran semen untuk penghitungan 1:100, dengan mengguankan bilik hitung Neubauer atau Thomas.
d.      Atur jumlah spermatozoa sampai 25x106 spermatozoa/ml dengan menambah larutan pencucian semen
e.       Untuk memperoleh konsentrasi final 12,5 x 106 spermatozoa/ml tambahkan volume yang sama larutan pengencwer semen. Bila motilitas spermatozoa tidak cukup bagus, konsentrasinya perlu ditambhakan.
f.       Setelah dosis inseminasi dapat ditetapkan (12,5 x  106), siapkan 4 tetesan (masing 100 µl) pada cawan petri kecil (36ml), tutup dengan minyak mineral dan simpan dalam incubator CO2, pada suhu 38,5o C, kadar CO2 5%, dan kelembaban 90-100%.
6. Teknik fertilisasi:
Fertilisasi in vitro dilakukan dengan menasukkan oosit yang sudah dipersipkan ke dalam suspensi spermatozoa.
a.         Siapkan cawan petri (36ml) dengan larutan pencuci oosit, tutup dengan minyak mineral dan tempatkan dalam incubator CO2, suhu 38,5o C, 5% CO2 dan kelembaban 90-100%
b.         Cuci oosit 3 kali dalam larutan pencuci oosit
c.         Pindahkan oosit (dengan volume medium seminimal mungkin) ke tetesan semen yang sebelumnya sudah disiapkan. Untuk tiap tetesan semen 10-30 oosit
d.        Inkubasi dalam incubator CO2 suhu 38o C, 5% CO2 dan kelembaban 90-100%, selama 5 jam.































SKEMA TEKNIK FETILISASI IN VITRO PADA SAPI
Ambil ovaria dari rumah potong
Dalam larutan garam fisiologi pada 25oC
Atur konsentrasi spermatozoa 12,5 x 106 dalam 5 mM lar. BO + caffeine + 10 µg/ml heparin.
Oosit yang masak
Induksi kapasitasi
Inkubasi pendahuluan 38,5 oC selama 3 jam
Spermatozoa dan kapasitasi
Induksi pemasakan
Sedot oosit dari folikel kecil (< 5nm)
Cuci oosit dan unkubasikan dalam TCM-199 pada 38,5oC selama 20 m

Thawing semen beku pada 37oC
Cuci spermatozoa 2 kali dengan sentrifugasi 1800rpm (485 g)
 

















Ambil oosit dan pindahkan ke suspense spermatozoa (fertilisasi in vitro) inkubasi 38,5 oC  5 jam
                                                                        


Ambil oosit dan biakan dalam TCM-199 38,5 oC   2 hari
 


                                                                                                                                               
 


Periksa perkembangan embrio
                                                                                                                      

Ambil lebih dari embrio-embrio lebih dari 4 sel
 




Biakkan 4-5 hari dalam cawan petri yang sama
Periksa perkembangan embrio-embrio
Biakkan in vivo 4-5 hari
Pindahkan ke dalam oviduct kelinci
Ganti medium 2 kali sehari
Goyang-goyangkan medium 2 kali
Periksa perkembangan
Bilas oviduct
Embrio yang siap ditransfer (Blastosist)
 






















e.    Alat-alat laboratorium

Laboratorium dan Fungsinya
Laboratorium berasal dari kata laboratory yang memiliki pengertian yaitu : (1) tempat yang dilengkapi peralatan untuk melangsungkan eksperimen di dalam sains atau melakukan pengujian dan analisis (is a place equipped for experimental study in a science or for testing and analysis , (2) bangunan atau ruangan yang dilengkapi peralatan untuk melangsungkan penelitian ilmiah ataupun praktek pembelajaran bidang sains (a building or room equipped for conducting scientific research or for teaching practical science), (3) tempat memproduksi bahan kimia atau obat (a place where chemicals or medicines are manufactured), (4) tempat kerja untuk melangsungkan penelitian ilmiah (a workplace for the conduct of scientific research), (5) ruang kerja seorang ilmuwan dan tempat menjalankan eksperimen bidang studi sains (kimia, fisika, biologi, dsb.) (the workplace a saintist also a place devoted to experiments in any branch of natural science , as chemistry, physics, biology etc ). Berdasarkan definisi di atas dengan tegas dinyatakan bahwa laboatorium kimia adalah suatu bangunan yang di dalamnya diperlengkapi dengan peralatan dan bahanbahan kimia untuk kepentingan pelaksanaan eksperimen. Hodson mengemukakan bahwa laboratorium memiliki fungsi utama yaitu untuk melaksanakan eksperimen (experiments), kerja lababoratorium (laboratory work), praktikum (practicals), dan pelaksanaan didaktik pend idikan sains (didactics of science education) dengan hierarki sebagaimana ditunjukkan pada gambar-1 berikut: Gambar 1. Keterkaitan antara eksperimen, kerja lab dan praktikum
Ekperimen diartikan sebagai rangkaian kegiatan (menyusun alat mengoperasikan alat, mengukur, dsb.) dan pengamatan untuk memverifikasi dan menguji suatu hipotesis berdasarkan bukti-bukti empiris. Sementara kerja lab cakupannya lebih luas daripada eksperimen yang diartikan sebagai aktifitas dengan menggunakan fasilitas lab, seperti  melatih keterampilan menggunakan alat, melakukan eksperimen (percobaan), mendemonstrasikan percobaan, melakukan pengontrolan kualitas bahan baku, pengontrolan kualitas pro duk industri, ekshibisi (pameran) proses-proses kimia dsb. Demikian kerja laboratorium harus dirancang sedemikian rupa agar dapat melakukan pengukuran kuantitas fisis secara akurat; menelaah faktor- faktor yang mempengaruhi keajegan (reliabilitas) pengukuran; memperlakukan bahan, alat (apparatus), perkakas (tools). Fungsi laboratorium dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu fungsi yang memberikan peningkatan pengetahuan (knowledge), fungsi yang memberikan peningkatan keterampilan (psychomotoric), dan fungsi yang memberikan penumbuhan sikap (attitude). Berikut ini disajikan alat-alat yang digunakan untuk fertilisasi untuk membantu perkembangbiakan suatu mahluk hidup.






No.
Nama Alat
Fungsi
1
Bilik Neubauer
Untuk mrenghitung jumlah sel  Eritrosit, Leukosit, dan Trombosit

2
Cawan Petri
Untuk membiakkan sel
3
Filter Millipore
Alat penyaring larutan nutrein yang digunakan untuk menyaring larutan tersebut sebelum diberikan intravena

4
Inkubator CO2
·         Dalam mikrobiologi, inkubator adalah sebuah perangkat untuk mengontrol suhu, kelembapan, dan kondisi yang mikrobiologikal.
·         Dalam bioteknologi, inkubator digunakan untuk mengatur suhu lingkungan suatu objek pengamatan.

5
Laminar Air Flow
Digunakan sebagai ruangan untuk pengerjaan secara eseptis. Prinsip penaseptisan suatu ruangan berdasarkan aliran udara keluar dengan kontaminasi udara dapat diminimalkan.
6
Magnetic Stirrer
untuk homogenisasi dan pengadukan cairan kimia. hot plate stirrer berfungsi untuk menghomogenkan suatu larutan dengan pengadukan. Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini dapat dipanaskan sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi.

7
Micropipet
Alat untuk memindahkan cairan yang bervolume cukup kecil, biasanya kurang dari 1000 µl. Banyak pilihan kapasitas dalam mikropipet, misalnya mikropipet yang dapat diatur volume pengambilannya (adjustable volume pipette) antara 1µl sampai 20 µl, atau mikropipet yang tidak bisa diatur volumenya, hanya tersedia satu pilihan volume (fixed volume pipette) misalnya mikropipet 5 µl. dalam penggunaannya, mukropipet memerlukan tip.

8
Mikroskop Stereo
Untuk menciptakan gambar tiga dimensi yang lebih jelas
9
Penangas Air
1.    Pemanasan pada suhu rendah 300C sampai 1000C
2.    Menguapkan zat atau larutan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi

10
Pipet Pasteur
Fungsinya sama dengan pipet ukur, namun volume yang dipindahkan tidak diketahui. Salah satu penerapannya adalah dalam menambahkan HCl / NaOH saat mengatur pH media, penambahan reagen ada uji biokimia dan lain-lain.

11
Sentrifuge
Dalam sebuah laboratorium centrifuge berguna untuk memisahkan partikulat padat dalam cairan.
12
Syringe 
Memasukkan cairan obat dalam jangka waktu tertentu secara teratur.

Dengan mengetahui alat-alat yang digunakan dalam fertilisasi, maka kita dapat membayangkan bagaimana fertilisasi itu terjadi. Meskipun tidak praktikum secara langsung namun dapat diketahui melalui penjelasan diatas bagaimana proses fertilisasi berlangsung. Teknik fertilisasi berhubungan dengan ilmu kimia. Sehingga diperlukan pengetahuan tentang peralatan dan bahan-bahan kimia karena peralatan dan bahan-bahan kimia memerlukan perlakuan yang istimewa.

3.    Kesimpulan
Pematangan spermatozoa yang berkembang secara baik maka akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Namun pada saat sekarang ini untuk mencapai keturunan yang baik dengan waktu yang cepat sangat diperlukan. Jadi, dikembangkanlah teknik ferlisasi untuk menunjang perkembangan mahluk hidup. Teknik fertilisasi  dibagi menjadi dua yaitu, fertilisasi in vivo dan fertilisasi in vitro. Kesempurnaan pematangan sel telur sangat berpengaruh terhadap keberhasilan fertilisasi. Yang dikembangkan saat ini adalah fertilisasi in vitro. Pada proses pematangan sel telur secara in vitro dipengaruhi oleh factor diantaranya medium pematangan dan lingkungan penyimpanan. Alat-alat laboratorium yang digunakan dalam fertilsasi sangat beragam, serta bahan-bahan kimia juga turut serta dalam proses fertilisasi.
4. Penutup
a.    Saran
Menghailkan sperma yang baik dapat dilakukan dengan rajin berolahrag serta menjaga pola makan. Dalam proses fertilisasi dibutuhkan alat-alat laboratorium yang steril karena dapat mempengaruhi kualitas hasil yang diperoleh. Perkembangan fertilisasi in vitro belum banyak dikembangkan, maka perlu peran pemerintah untuk terus mengembangkan teknik fertilisasi ini kepada masyarakat.


Daftar Pustaka
Anam. 2009. Alat-alat laboratorium. http://www.alatlaboratori.com/alat-laboratorium-biologi.html. Diunduh pada 15 Desember 2013.
Anonim. 2009. Fertilisasi. Dari power point
Faiz. 2013. Mikroskop stereo. http://www.biologi-sel.com/2013/03/mikroskop-stereo.html. diunduh tanggal 15 Desember 2013.
Rihando. 2010. Spermatogenesis. http://intanriani.wordpress.com/pembentukan-gamet-jantan-spermatogenesis/. Diunduh pada 15 Desember 2013.
.

Wiki. 2010. Alat-alat laboratorium. http://id.wikipedia.org/wiki/Cawan_Petri. diunduh pada 15 Desember 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar